AdSense Google

drafting.

Sebuah surat diterimanya. Dia tidak tahu siapa yang mengirim surat, dan apa isinya. Ia segera mengambil setumpuk surat. Yang lainnya hanya tagihan kartu kredit, surat tagihan bulanan, dari provider internet, mobile phone, hingga TV kabel. Dia buka surat yang baru kali ini diterimanya.
            Doni,
            Ini adalah surat pertama dan terakhir yang ku kirim untukmu. Sudah ratusan surat ku buat, puluhan e-mail, namun aku tidak berani mengirimnya. Bahkan, lewat e-mail saja aku tidak berani. Padahal aku tahu kamu jarang banget buka e-mail.
            Aku tidak ingin belas kasih darimu. Aku mengirim surat ini karena aku sudah tidak dapat menahannya lagi. Aku harus mengungkapkannya…
Aku yakin kamu tahu persis apa yang aku maksud. Dan aku juga tahu apa respon kamu. Aku hanya ingin mengatakannya, sebagai seorang teman.

Surat itu tidak ada nama pengirim, tidak ada tanggal dan tempat surat itu dibuat. Jelas sekali, itu bukan surat formal. Namun Doni tahu persis siapa yang mengirim surat itu.
Doni adalah seorang eksekutif muda yang cukup mapan. Baru dua tahun tamat dari universitas terkenal di negaranya. Kini ia bekerja di suatu perusahaan yang berjalan di bidang teknologi. Doni sangat cinta mesin. Tak heran jika ia mudah mendapatkan promosi di tempatnya bekerja.
Waktu itu, bulan Januari. Ada reuni sekolah, Doni menghadirinya. Lumayan, sudah banyak teman-temannya yang seperti dirinya kini. Sudah mapan, bahkan ada yang sudah berkeluarga. Kisah klasik, cinta pada masa putih abu-abu pun tak terelakkan oleh setiap insan, termasuk Doni.
Vanna, wanita yang pernah menjadi incaran Doni semasa SMA. Kini Vanna terlihat lebih cantik. Apalagi dengan pakaian yang dikenakannya. Sentuhan islamnya dapat. Ini alasan Doni menyukai Vanna. Menggunakan jilbab yang serasi dengan baju yang dikenakannya. Konfrensi pun terjadi. Saling mengenang masa lalu, ditambah lagi mereka memang dari dulunya sudah dekat.
“ Hai Van, kamu terlihat lebih cantik dari SMA dulu.” aku Doni sembari membawa segelas minuman, lalu memberinya ke Vanna. Vanna menerima pemberian Doni, lalu mereka berangsur pindah.
“Ah, Kak Doni bisa aja. Vanna sama seperti yang dulu kok.” Vanna membalas guyonan Doni dengan sedikit merendah. Mereka terhanyut dalam nostalgia yang indah semasa SMA dulu.
Semua orang pasti akan bersenang-senang. Namun tidak bagi Nidya. Nidya terlihat begitu kering, tidak ada seorangpun yang mengajaknya bicara. Semuanya sibuk dengan pasangan masing-masing. Mata Nidya terlihat  sibuk. Dia mencari-cari orang-orang yang mengaku temannya. Belum sempat memandangi semuanya, mata Nidya berhenti di arah pukul 10.
Dari belakang terlihat familiar. Namun Nidya tidak yakin akan hal yang dilihatnya. Nidya cuma bisa menepis pikiran itu. Sudah lama ia menahan gejolak di dalam dadanya. Ia mencoba berkumpul dengan teman sekelasnya dulu. Tampak sekali teman-temannya tidak menyambut dia dengan hangat. Hanya pertanyaan umum saja yang terlontar dari mulut mereka. Semakin lama Nidya ditinggalkan. Nidya memutuskan keluar, mungkin di kegelapan malam Nidya lebih merasa diterima.
Selasar parkiran telah dilewatinya, ia melihat suatu pemandangan yang luar biasa. Kembang api. Nidya suka sekali dengan kembang api. Ia memutuskan untuk duduk di dekat parkiran sambil menopang dagu. Seandainya ada yang nemenin, pasti asik. Pikirnya dalam hati. Nidya terlelap di situ.
Acara telah usai. Kini hanya tinggal beberapa orang saja. Sudah pasti orang itu adalah panitia inti dari acara reuni. Seseorang membangunkan Nidya. “Mbak, bangun.” ulangnya berkali-kali sehingga Nidya bangun.
 “ Ehm, sudah selesai ya?” tanya Nidya yang baru bangun dari lelapnya tidur.
 “ Sudah mbak, dari tadi.” Jawab orang tersebut. Hanya terima kasih yang dapat diberi Nidya kepada orang tersebut. Sempat kalau orang tersebut, mungkin Nidya sudah masuk koran.
            Nidya sangat ceroboh. Dia tinggal sendiri di apartemen miliknya. Sebenarnya ia tidak bekerja. Ia hanya belajar dan terus belajar. Kini ia sedang menjalani program pasca sarjana, beasiswa. Nidya bukan orang yang pintar, cuma dia lebih memilih jalan yang tidak aman, jalan yang berbatu. Mungkin ini yang membuat Nidya tidak dapat memasuki ruang lingkup teman-teman sekelasnya.
            Sekarang Nidya dalam masa liburan. Sehingga untuk beberapa lama dia akan menetap di Indonesia. Dan juga untuk menjalankan misinya yang tertunda sedari SMA. Nidya kerap kali menangis jika mengenang masa putih abu-abu itu. Mulai dari idealisnya yang kuat sehingga membuatnya tidak mendapatkan teman yang banyak. Mungkin hanya segelintir pecundang yang mau berteman dengan dirinya.
            Di sebelah apartemennya, tinggal seorang lelaki. Sangat akrab dengannya. Sedari pulang jadi Jepang, dialah yang selalu ada untuk Nidya. Nidya juga sadar, orang yang biasa dipanggilnya dengan nama Faris itu tidak mungkin memiliki perasaan terhadapnya. Hubungan mereka tidak lebih sekedar teman, persahabatan.
            “Nidya, bagaimana dengan targetmu itu?” tanya Faris, mereka sedang menikmati pemandangan yang mereka lihat dari apartemen Nidya.
 “ Ga tau Ris, aku hampir putus asa. Aku saja tidak mengetahui dimana dia sekarang.” Nidya membalas dengan bermuka sedih.
 “ Loh, bukannya dia satu sekolah sama kamu?” Faris  bertanya lagi.
 “ Iya Ris, memangnya kenapa?” Nidya balik bertanya.
 “ Kan kamu semalam reunian, dia datang gak?”
 “ Aku gak jumpa sama dia Ris. Mungkin dia bukan jodoh aku.” Kali ini muka Nidya terlihat sedih. Bagai mana tidak, Nidya konsisten dengan keputusan yang diambilnya. Dia tidak mau menyakiti orang lain dengan cintanya. Oleh karena itu dia tidak pernah pacaran selepas dari SMA. Dan di masa SMA itu adalah kesalahan terbesarnya. Yang ia pacari itu tidak lain adalah teman dari pria yang disukainya.
            Biip. Biip. Bunyi ponsel Faris. Ada pesan masuk. Faris mengabaikan pesan itu. Kalau penting pasti ditelpon nanti, pikirnya. Faris, seorang agen rahasia yang menutupi identitasnya dengan menyamar sebagai seorang akuntan.
            Faris akhirnya melihat isi pesan itu. Pesan tidak penting. Cuma sebuah perintah dari ibunya. Adik perempuannya, Finsa akan datang ke Jakarta. Jadi Faris harus menjemputnya sore nanti. “Um, Nidya.” Panggil Faris.
 “Ya?” sahut Nidya. Nidya meletakkan kembali android miliknya.
 “Mau nemenin aku jemput Finsa gak? Nanti jam 4 dia sampai di sini.” Ucap Faris dengan sedikit gugup. Soalnya dia gak tau apakah Nidya akan menyetujuinya, soalnya ini lebih serius dari sekedar jalan-jalan biasa.
 “Finsa adik kamu?” tanya Nidya. Nidya tidak tahu banyak tentang Faris, tapi Faris pasti menceritakan keluarganya. Hanya sesederhana itu. Faris mengangguk. “Hmm, tunggu sebentar.”
            Nidya melihat Androidnya lagi. Bukan karena ada pesan masuk, tapi melihat jadwalnya. Walaupun sedang liburan, jadwal Nidya ternyata cukup padat juga. Kosong! Nidya sebenarnya tidak ingin ikut, dia takut dianggap pacar Faris. Memang sih simpel, tapi Nidya tidak suka dengan masalah yang berkelit. Setelah dipikirnya, akhirnya ia menyetujui ajakan Faris.
            Perjalanan ke bandara internasional Sukarno-Hatta memakan waktu yang sangat lama. Belum lagi ini saatnya macet, namun tidak separah macetnya di saat kembali dari bandara. Benar-benar padat. Tidak heran, kota metropolitan yang sekaligus ibu kota negara ini padat akan penduduknya.
“Kamu tahu Faris, sebenarnya negara ini bisa lebih baik jika berusaha.” Terang Nidya. Nidya mengambil mata kuliah ilmu pemerintahan. Sebenarnya bukan bidangnya, cuma dia ingin sekali mempelajari ilmu tersebut.
“Maksud kamu?” Faris menyahut antara lugu dan tidak konsen.
“Ya, kita lihat saja. Dunia butuh Indonesia, bukan Indonesia butuh dunia.” Jawab Nidya dengan sangat bersemangat. “Indonesia adalah paru-paru dunia. Indonesia kaya akan segala bahan baku. Cuma SDM yang menghambatnya. Kita butuh teknologi, bagai mana kita bisa buat teknologi jika banyak mahasiswa yang ikutan demo politik? Mangkir tugas, bolos kelas...” Nidya terhenti. Mobil Faris hampir menabrak mobil Alphard di depan.
“Untung.” Ucap Faris. Faris sebenarnya tidak ambil pusing dengan ucapan Nidya tadi. Bagaimana pun Faris bukan pemerintah atau bekerja di kepemerintahan.
“Nyaris. Hati-hati dong Kak.” Ujar Finsa di belakang. Finsa sedari tadi sibuk memandangi pemandangan dari Bandara.
“Iya, untung gak kena. Fiuh.” Faris merilekskan diri. “Oh ya, dari mana kamu tau mahasiswa yang ikut demo itu mahasiswa teknik? Bukannya lebih banyak anak fisip atau hukum?” Faris memang tidak ambil pusing, namun ia sedari tadi mendengarkan penjelasan Nidya.
*  *  *
            Doni hari ini sibuk sekali. Sampai Doni tidak sadar bahwa dia belum makan siang. Tadi ada yang mengajaknya keluar, namun tugas masih banyak di mejanya. Banyak masalah yang harus diselesaikannya. Blueprint juga masih belum masuk. Doni benar-benar sedang kritis.
            Tiba-tiba suara telepon Doni berbunyi. Ternyata atasannya memanggil. Doni gugup, belum pernah dia sekacau ini. Di perjalanan ke ruangan atasannya, jalan Doni saja sudah tidak lurus. Ntah apa yang dipikirkan Doni.
“Aha, right in time!” seru atasan Doni.
“Ada apa Bos?” Doni sigap, bertanya, lalu segera menyelesaikan kekacauan ini.
“Relax, santai. Saya cuma ingin kamu mencari blueprint mesin salju. Vacation kali ini saya tidak bisa liburan, tapi anak-anak sedang libur sekolah. Jadi, ada bagusnya kalau mereka mendapatkan hadiah ini.” Walaupun panjang, Doni masih bisa mencerna intinya. Doni sendiri menggerutu dalam hatinya, kenapa tugas seperti ini harus dia yang tangani, kan masih banyak orang lain yang bisa.
“Siap bos. Akan segera saya lakukan.” Doni hendak beranjak pergi langsung. Namun, bosnya membalikkan kursinya.
“Not so fast. Sedang terburu-buru?” yap, Doni benar-benar bingung. Ini sebenarnya apasih, pikirnya.
“Tidak, hanya pekerjaan saya belum selesai Bos.” Jawab Doni terlihat gugup.
“Oh, ya sudah. Get lost.” Agak kasar memang, tapi ntah kenapa bos Doni yang merupakan keturunan India ini baru saja mendapat kata-kata “get lost” dari film 3 idiots. Doni segera hengkang dari ruangan atasannya. Di ruangannya, Doni bercerutu sendiri, ntah apa yang dibilangnya, yang jelas karena surat itu, hidup Doni sudah tidak imbang lagi,
            Belum selesai masalah blue print. Datang lagi masalah baru. Mungkin Doni membutuhkan refreshing. Namun, di saat seperti ini, itu bukanlah pilihan yang tepat.

0 komentar:

Posting Komentar

AdSense

frontpage hit counter

Masukkan Code ini K1-DCYDYB-5
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

cBox

Pengikut